*
Buku : Muhammad Teladanku
Muhammad itu sekali-kali
bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah
Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui
segala sesuatu. (QS Al-Ahzab (33) ayat 40)
Apa kesan pertama
kita jika mendengar nama Hitler? Atau Musolini? Atau Che Guevara?.
Pasti mereka adalah sosok idiolog yang hidupnya digunakan total untuk
memperjuangkan keyakinannya. Atau tokoh heroik yang berani melawan
pemerintahan tiranik yang menindas.
Bandingkan kesan pertama kita
ketika mendengar nama Nabi Ayub As, Zakariya AS, Isa AS, Adam AS atau
Muhammad SAW. Pasti mereka adalah sosok suci sakral, yang saking
sakralnya sampai tidak tersentuh oleh sifat sifat manusia biasa. Pasti
tokoh peradaban yang penuh kasih sayang dan selalu mengalah. Pasti
manusia sempurna yang tiada banding. Pasti pengajar yang ‘hanya’
mengajar nilai-nilai keluhuran budi (moral) tanpa ada upaya / gerakan
perjuangan dan peperangan untuk menegakan keadilan Islam
dalam struktur lembaga politik. Pasti “Pemimpin spiritual” yang tidak
terkait dengan urusan politik Negara.
Apa kesan pertama kita jika
selesai membaca sejarah Hitler? -Terlepas dari setuju atau tidak dengan
langkah dan idiologi Hitler-, pasti yang muncul adalah keinginan untuk
meniru semangat (spirit) perjuangannya .
Apa Kesan pertama kita
jika selesai membaca sejarah N. Muhammad?. Kagum dan pengagungan, yang
melahirkan rasa sulit atau bahkan mustahil meniru beliau yang super
suci nan sempurna.
Mari periksa sejarah Muhammad SAW, seringkali
kental dengan cerita tentang auto biografinya, siapa ibunya, siapa
bapaknya, siapa datuknya, siapa pamannya, tanggal berapa ia lahir,
meninggal dan menikah, siapa yang pernah menyusuinya, siapa saja istri
dan anaknya, bagaimana performa fisik dan bajunya, bagaimana jalannya
dan apa makanan kesukaannya?.
Kemudian pengagungannya kerap
dibumbui oleh cerita palsu berbau mistik dan mitos dan perilaku yang
diluar jangkauan kemanusiaannya.
Alhasil; Jika Hitler menjadi
tokoh ‘manusia’ heroik, pejuang panutan. Tetapi Muhammad SAW menjadi
tokoh ‘manusia setengah dewa’ yang sempurna, yang karakternya diatas
manusia biasa, dan sulit / mustahil untuk ditiru.
Al-Qur’an adalah Kitab Allah bagi
manusia, didalamnya ada kisah kisah para Nabi yang dipaparkan oleh
Allah SWT dengan pemaparan terbaik (Ahsanul Qosos) [1], dan cerita yang
benar (nabaul Haq)[2] .
Al-Qur’an memaparkan sejarah para Rasul Allah SWT secara
manusiawi, karena para Rasul adalah manusia biasa [3]. Pernyataan
Qur’an sendiri yang menyatakan bahwa para Rasul adalah manusia biasa .
Sehingga perlu pula Qur’an membuka beberapa contoh kekeliruan para
(pejabat) Rasul untuk jadi pelajaran bahwa mereka adalah manusia biasa
yang mungkin terkena salah.
Nabi Adam AS bersalah dengan memakan
buah dari pohon terlarang di “jannah” [4], Nabi Yunus AS bersalah
karena meninggalkan ummat dan wilayah juangnya [5] , Nabi Muhammad SAW
ditegur karena menyepelekan Ummi maktum[6] atau mengharamkan madu dan
lain-lain [7] .
Menceritakan kisah para Nabi / Rasul dengan
dibumbui cerita mistik dan mitos hanya akan menghilangkan substansi
dari sejarah sebagai kisah terbaik yang wajib ditiru (uswatun Hasanah)
[8] dan bisa ditiru karena mereka adalah manusia biasa .
Al-Qur’an
juga menceritakan para Rasul tidak bertele-tele; menerangkan
tanggal-tanggal lahir, nikah dan matinya para rasul (tarikh) atau
silsilah panjang mereka hingga beberapa keturunan diatasnya. Allah SWT
menegaskan bahwa para Rasul itu diutus untuk: mengajak manusia mengabdi
kepada Allah SWT (Tauhid) dan menentang, menjauhi serta meruntuhkan
kekuasaan Thaguth [9] . Serta berjuang hingga titik darah penghabisan
guna menegakan Din (Kekuasaan / pemerintahan) Allah dan mensirnakan
musuh-musuhnya yang menghalangi tegaknya Din Islam[10] . Sehingga
sejarah para Rasulpun diuraikan dengan fakta-fakta perjuangan menegakan
Kalimah Tauhid serta semangat heroik dalam penegakannya, terutama dalam
menghadapi pemerintahan Thaguth yang menghadangnya [11].
Sesungguhnya
auto biografi seperti siapa ibu bapaknya, tanggal lahir, nikah dan
matinya, siapa istri dan anaknya adalah data-data yang tidak bisa
ditiru. Sementara Para Rasul itu secara substansial wajib ditiru (uswah
hasanah).
Al-Qur’an juga menceritakan dengan seru bagaimana
kiprah destruktif para penguasa thaguth dalam menghadang gerakan
perjuangan para Rasul seperti Raja Fir’aun, Namrudz atau Abu Lahab
serta para pendukungnya. Sekaligus juga memuat bagaimana usaha keras
para Rasul dalam memerangi para penguasa thaguth tersebut. Sampai-sampai
mereka memenjarakan, mengusir bahkan membunuh para Nabi / Rasul[12] .
Bagaimana
Raja Mesir “Fir’aun” merencanakan pembunuhan kepada Musa AS [13]
hingga Musa AS dikejarkejar untuk dibunuh sampai ke Laut Merah oleh
Fir’aun dan angkatan perang-nya [14] . Bagaimana Raja Namrudz
melemparkan Ibrahim AS kedalam lautan Api [15]. Bagaimana Penguasa Hijaz
“Abu Lahab” mengancam Muhammad SAW [16] . Bagaimana Nabi Nuh AS
dikecam (diteror) habis-habisan oleh penguasa tiranik [17], Bagaimana
Pemerintahan yahudi begitu ambisius mencari Isa AS untuk disalib [18] ,
Bagaimana Daud AS dengan heroik melawan dan sekaligus menumbangkan
kekuasaan raksasa kerajaan Zaluth (Goliat) [19] dan lain-lain .
Ini
semua menunjukan bahwa “sejarah Para Rasul” dalam Al-Qur’an bukanlah
sejarah biografi pribadi beliau tetapi sejarah perjuangan menegakan
BALDAH THOYYIBAH WA ROBBUN GHAFUR dan menghancurkan kekuasaan Thaguth.
Tentu
saja, tulisan sederhana ini tidak bermaksud menepis pentingnya
biografi tokoh besar, tetapi bermaksud mengembalikan sejarah para Rasul
dalam upayanya menegakan Kekuasaan Allah di muka bumi.
———————–
note:
[1]
QS Yusuf (12) ayat 3: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling
baik dengan mewahyukan Al Quran Ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu
sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum
Mengetahui.”
[2] QS Al-Kahfi (18) ayat 13: “Kami kisahkan kepadamu
(Muhammad) cerita Ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah
pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula
untuk mereka petunjuk”
[3] QS Ibrahim (14) ayat 11: “Rasul-rasul
mereka Berkata kepada mereka: “Kami tidak lain hanyalah manusia seperti
kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang dia
kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. dan tidak patut bagi kami
mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. dan
Hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal.”
[6]
Lihat QS Abasa (80) ayat 1-4
[7] Lihat QS At-tahrim (66) ayat 1-2
[8]
Lihat QS Al-Ahzab (33) ayat 21, QS Al-Mumtahanah (60) ayat 4
[9]
Lihat QS Al-Anbiya (21) ayat 25 dan QS An-Nakhl (16) ayat 36
[10]
Lihat QS Asy-syura (42) ayat 12-15, QS Al-baqarah (2) ayat 193
[11]
Lihat QS Al-Anfal (8) ayat 30
[12] Lihat QS Al-anfal (8) ayat 30,
QS Al-baqarah (2) ayat 61
[13] Lihat QS Al-Mukmin (40) ayat 26-29
[14]
Lihat QS Al-Isra (17) ayat 103
[15] Lihat QS Al-anbiya (21) ayat
68-70
[16] Lihat QS Al-Lahab (111) ayat 1-4
[18 ]
Lihat QS An-Nisa (4) ayat 155-162
SERI
SEJARAH…. NO 01-17
|